Kamis, 29 Mei 2008

bout my team mate

Jadi ya, hari ni kami jaga terakhir, lepas minggu ni, lepas bulan ni semua kami bakal berpisah, ada yang ke statse lain, ada yang pergi ke luar kota, klo macam kami2 ni yang di bawah hanya bisa berharap siapa ya yang mau nampung kami...

Jadi ya, tim kami -yang umurnya tinggal ngitung ari- ni ada 5 orang, mulai dari atas ke bawah. dah mulai jaga sama sejak setaon laa ya kurasa, pokoknya dah laam, sejak aku masih perawan sampe dah mau jadi ibu2 sekarang ni..
Aku adalah barisan terbawah, sebagai ujung tombak, first call, ato apalah namanya itu, pokoke tim sukses laa,

Jadi diatas ku adalah Mr."JA", sebagai orang kedua di grup jaga ni, bos ku tergolong bos paling unik yang pernah kutemui, masalahnya aku termasuk bermasalah dalam hal berkomunikasi dengan orang2, dan beliau adalah orang yang tepat untuk mengatasi kekuranganku itu. slogan bos ni yang masih kurasa lucu "daripada busuk tergantung mendingan aus terpakai"..Haduh..haduh, bersama si bos ni, gelak tawa dan canda selalu ada, minimal kalau ga ada yang mau diketawain kami menertawakan diri sendiri, ironis memang, tapi apa mau dikata...

Berikut kami mempunyai bos DVL, uuhhh, sebenarnya lebih tepat dipanggil Devil, jangan tertipu dengan tampang manisnya, karena dia mempunya ucapan2 pamugkas untuk menggerakkan seseorang, ucapan teranyarnya adalah "darimana lagi bisa kujumpai junior2 kurang ajar seperti ini" itu ucapan yang keluar manakala aku dan bos JA bergosip menikmati waktu di kala jaga kami, atau satu lagi ucapannya "Loh?Dah jam 6 kok belum mandi?" (which is dikarenakan aku adalah cewe satu2nya tapi paling malasss buat mandi)...Ugh,..Tpi bos ni paling baik klo diminta temanin ke mana2. kerjaannya perfek dan keberaniannya itu louw yang mantab...Ahh. tpi bos ni dah mau keluar kota, sampai jumpa ya bos 6 bulan lagii...

Next di posisi ka-staf. (uhm, kami suka ganti2, aku jadi bingung mo njabarin yang mana secara kastaf kami selalu lucu dan menggemaskan). kami punya bos TMY, haduh kalau bos ni orangnya rada permisif, tpi lucu dan bersemangat jika menjumpai kasus2 yang di luar nalar, misalnya pasien yang mengaku hamilnya dipindahkan, maka bos ini akan segap menganamnesa langsung si ibu tyang diduga korban kehamilan yang tidak diketahui ini. Oh ya, bos ni juga mengalami insomnia ringan, mungkin berhubung kami selaku juniornya hobi cekikikan ga jelas di jam2 kecil sehingga dia seringkali melongok ke kamar kami untuk menginspeksi suara siapa yang paling keras..ahh, bos ni juga dah naik jadi chief...Sukses ya bos..

Uhm, last di posisi chief, kamu punya bos JHT, haduh, sebenarnya ga brani ngomongin chief, makanya komentarnya mungkin dikiit aja , kalo bos ini terkenal dengan ucapan "memakai hati", dan beliau hendak menyelesaikan masa baktinya bersama kami akhir tahun ni. yah, hope e`thing runs well, tpi klo bos ni dengan prinsip memakai hati, aku yakin aja dia lolos nya dari semua badai menantang..

Yah, sekelumit tentang tim kami, banyak hal yang dah kami jalani bersama, mulai senang bersama, ketawa bersama, sampai ketakutan bersama secara kami semua cuma anak sekolahan yang masih berlaku kekanakan di bawah pertanggungjawabn. Duh bos, kapan lagi ya kita jaga sama, nih bener2 yang terakhir ya...
Dah banyak yang aku pelajari dari bos2 ni mulai yang bisa dibaca di text book (ex. teknik operasi, teori, dll) sampai yang tidak tertera di text book (cara menjilat, memuji...)kuharap aku bisa menerapkannya dalam kiprah jagaku berikutnya..

Selamat berjuang ya bos semua....



*ni ga bisa masukin poto laa, knapa ya, padahal banyak poto kami yang menyimpan sejarah*

Selasa, 27 Mei 2008

TB kehamilan

TUBERKULOSIS DALAM KEHAMILAN
Pada berbagai daerah di dunia, tuberkulosis tetap menjadi penyebab yang paling umum dari pneumotoraks. Keterlibatan permukaan pleura pada pasien tuberkulosis paru merupakan setengah dari manifestasi ekstraparenkim yang paling umum. Pasien datang ke rumah sakit karena gejala-gejala yang diakibatkan oleh keterlibatan pleura seperti nyeri dada, sesak nafas dan adanya massa di dinding dada, meskipun demikian batuk, demam, keringat dan berat badan menurun merupakan tanda dari keterlibatan parenkim paru yang sering terjadi bersamaan.

Prevalensi pneumothoraks spontan sekunder pada pasien yang dirawat dengan tuberkulosis paru antara 1 % dan 3%. pada serial kasus dari Spanyol. Tuberkulosis merupakan penyebab utama kedua dari pneumothoraks spontan sekunder setelah COPD. Semua pasien pneumothoraks spontan sekunder yang disebabkan tuberkulosis harus diterapi dengan selang dada / tube thoracostomi.1

Adanya air fluid level pada rongga pleura mengindikasikan bahwa udara telah masuk ke dalam rongga pleura. diagnosa banding dari air fluid level pada gambaran foto toraks adalah bronkopleural fistel dari infeksi paru, pneumothoraks spontan dengan efusi pleura, trauma (iarogenik atau non iatrogenik), gas yang dibentuk oleh bakteri (organisme) pada rongga pleura dan ruptur esofagus kedalam rongga pleura. 1,2

Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit infeksi yang kronis menular dan secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua negara. Dari laporan tahunan WHO (2003) disimpulkan bahwa masih ada 22 negara dengan kategori beban tinggi terhadap TBC (high burden of TBC numbers). Sebanyak 8,9 juta penderita TBC dengan proporsi 80% pada 22 negara berkembang dengan kematian 3 juta orang per tahun. 1 orang dapat terinfeksi TBC setiap detik dan penyakit TBC membunuh 1 juta perempuan per tahun pada saat kehamilan dan persalinan. 1,2

Indonesia merupakan negara ketiga di dunia dalam urutan jumlah penderita TBC setelah India (30%) dan China (15%) dengan presentase sebanyak 10% dari total penderita TBC di dunia. Kurun waktu 5 tahun terakhir dengan berbagai program TBC yang dilakukan hanya mampu menurunkan angka kesakitan penyakit Tuberkulosis yaitu 15 per 100.000 penduduk sehingga dari 122/100.000 menjadi 107/100.000 penduduk. Dari laporan WHO tahun 2005 dinyatakan bahwa estimasi insidens TBC di Indonesia dengan dasar hasil pemeriksaan sputum adalah 128 per 100.000 (2003) dengan perkiraan prevalens sebesar 295 per 100.000. Di Indonesia angka penemuan kasus (Case Detection Rate) mencapai 33% dengan angka kesembuhan (Cure Rate) adalah 86% dengan metoda DOTS (Directly Observed Treatment of Short Course). 1,2,3

Gejala klinis pasien TB
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. 1,4

Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
• S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
• P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas
• S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. 2,4

Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:
1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda. 2,4

Pemeriksaan Tes Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu pelaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di cegah. 2,4

Diagnosis TB paru
• Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
• Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. 2,4

Diagnosis TB ekstra paru
• Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
• Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain. 2,4

Indikasi pemeriksaan foto toraks
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis ‘TB
paru BTA positif.
• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
• Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma). 2,4

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis,
1) Tuberkulosis paru BTA positif.
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. 2,4

Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

PENGOBATAN TB

Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

Jenis, sifat dan dosis OAT
Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)
Harian 3 x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 23 (20-30) 35(30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15(12-18) 15(12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30(20-35)

Prinsip pengobatan 1,2,3,4
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
o Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
o Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
o Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
o Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
o Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan


Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
• Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT dan peruntukannya.
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif.
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)


PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS 1,2,3,4
a. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.

b. Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
c. Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
d. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan
Streptomisin harus memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke
pelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).
e. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.
f. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
g. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal.
Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
h. Pasien TB dengan Diabetes Melitus
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.
i. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa pasien seperti:
• Meningitis TB
• TB milier dengan atau tanpa meningitis
• TB dengan Pleuritis eksudativa
• TB dengan Perikarditis konstriktiva.
Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.
j. Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:
1) Untuk TB paru:
• Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
• Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif.
• Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
2) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang disertai kelainan neurologik.


PENGARUH TUBERKULOSIS TERHADAP KEHAMILAN
Efek TB atas kehamilan bergantung pada berbagai faktor seperti jenis, tempat dan luas penyakit, usia kehamilan, status gizi ibu, adanya penyakit penyerta dan hidup berdampingan infeksi HIV, ketersediaan fasilitas untuk diagnosa dan pengobatan awal, dan semacamnya. Pengaruh tuberculosis paru dan ekstra paru adalah sama pada wanita hamil dan tidak hamil. Penelitian sebanyak 27 kasus kehamilan dengan tuberculosis menunjukkan gambaran abnormalitas pada fungsi paru pada semua kasus.
Jika pengobatan tuberkulosis diberikan awal kehamilan, dijumpai hasil yang sama dengan pasien yang tidak hamil, sedangkan diagnosa dan perewatan terlambat dikaitkan dengan meningkatnya resiko morbiditas obstetric sebanyak 4x lipat dan meningkatnya resiko preterm labor sebanyak 9x lipat. Status sosio-ekonomi yang jelek, hypo-proteinaemia, anemia dihubungkan ke morbiditas ibu. Bila dijumpai HIV sebagai penyakit peserta, prognosa lebih jelek. Kedua penyakit oportunis yang paling biasa ditemukan di masalah paru paru yang dihubungkan oleh HIV selama kehamilan adalah infeksi dengan Pneumocystis carinii dan Mycobacterium tuberculosis. Selain itu, keterbatasan diagnostik/fasilitas terapi cenderung menghasilkan hasil yang jelek. 3

PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP TUBERKULOSIS
Pengetahuan akan meningkatnya diafragma selama kehamilan yang mengakibatkan kolapsnya paru di daerah basal paru masih dipegang sampai abad 19. Awal abad ke-20, aborsi merupakan pilihan terminasi pada wanita hamil dengan tuberculosis.
Sekarang, TB diduga semakin memburuk selama kehamilan, khususnya di hubungakann dengan status sosio-ekonomi jelek, imunodefisiensi atau adanya penyakit penyerta.
Kehilangan antibodi pelindung ibu selama laktasi juga menguntungkan perkembangan TB. Akan tetapi, lebih banyak studi diperlukan untuk menyokong hipotesa.3

PENGARUH KEHAMILAN DENGAN TUBERKULOSIS TERHADAP JANIN
Janin bisa mendapatkan infeksi TB secara haematogenous penyebaran sirkulaso uteroplasenta atau oleh pencernaan atau aspirasi amniotik fluid. TB bawaan adalah langka. Akan tetapi resiko mendapatkan TB segera setelah lahir sangat besar.
Janin dengan TB bawaan mempunyai gejala gangguan pernafasan, deman, selera makan jelek, kelesuan, , distensi abdomen, lymphadenopathy dan hepato-splenomegaly.
Kegagalan untuk mendapatkan perbaikan dengan antibiotika spektrum lebar serta hasil negatif karena infeksi bawaan lain sebaiknya mengarah terhadap adanya TB bawaan. Pada kasus seperti itu selalu dijumpai gambaran poto thoraks yang abnormal.3

KOMPLIKASI
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis.
Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan nafas, kerusakan parenkim berat, pneumotoraks, sindrom gagal nafas sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks ialah suatu keadaan, di mana terdapat udara di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolaps jaringan paru. Di dalam praktek sehari-hari, dokter sering menerima penderita dengan keluhan sakit dada, sesak nafas, dan batuk- batuk. Banyak penyakit yang dapat menimbulkan keluhan di atas, baik penyakit jantung maupun penyakit paru. Penyakit paru yang mempunyai keluhan utama seperti itu antara lain pneumotoraks. Pneumotoraks, terutama pneumotoraks ventil dapat menimbulkan darurat gawat, bahkan dapat mengakibatkan penderita meninggal dunia. 5,6,7

KEKERAPAN
Kekerapan pneumotoraks berkisar antara 2,4 - 17,8 per 100.000 penduduk per tahun. Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada pula peneliti yang mendapatkan 8:1. Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada hemitoraks kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumotoraks spontan. Kekerapan pneumotoraks ventil 3 -- 5% dari pneumotoraks spontan. Kemungkinan berulangnya pneumo- toraks menurut James dan Studdy 20% untuk kedua kali, dan 50% untuk yang ketiga kali.5


PEMBAGIAN
Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal,
yaitu 5,6,7:
1. Berdasarkan kejadian.
2. Berdasarkan lokalisasi.
3. Berdasarkan tingkat kolaps jaringan paru.
4. Berdasarkan jenis fistel.
Berdasarkan kejadian
(a) Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks yang ditemukan pada penderita yang sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda sakit.
(b) Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraksyang ditemukan pada penderita yang sebelum-nya telah menderita penyakit, mungkin merupakan komplikasi dari pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, asma kistafibrosis dan karsinoma bronkus.
(c) Pneumotoraks traumatika
Pneumotoraks yang timbul disebabkan robeknya pleura viseralis maupun pleura parietalis sebagai akibat dari trauma.
(d) Pneumotoraks artifisialis
Pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara ke dalam rongga pleura, dengan demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga dapat beristirahat. Pada zaman dulu pneumotoraks artifisialis sering dikerjakan untuk terapi tuberkulosis paru.
Berdasarkan Lokalisasi
(a) Pneumotoraks parietalis
(b) Pneumotoraks mediastinalis
(c) Pneumotoraks basalis
Berdasarkan tingkat kolapsnya jaringan paru
(a) Pneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu hemitoraks mengalami kolaps.
(b) Pneumotoraks parsialis, apabila jaringan paru yang kolaps hanya sebagian.
Berdasarkan jenis fistel
(a) Pneumotoraks ventil
Di mana fistelnya berfungsi sebagai ventil sehingga udara dapat masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat ke luar kembali. Akibatnya tekanan udara di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan dapat mendorong mediastinum ke arah kontra lateral.
(b) Pneumotoraks terbuka
Di mana fistelnya terbuka sehingga rongga pleura mempunyai hubungan terbuka dengan bronkus atau dengan dunia luar; tekanan di dalam rongga pleura sama dengan tekanan di udara bebas.
(c) Pneumotoraks tertutup
Di mana fistelnya tertutup udara di dalam rongga pleura, terkurung, dan biasanya akan diresobsi spontan. Pembagian pneumotoraks berdasarkan jenis fistelnya ini sewaktu-waktu dapat berubah. Pneumotoraks tertutup sewaktu-waktu dapat berubah menjadi pneumotoraks terbuka, dan dapat pula berubah menjadi pneumotoraks ventil. Hal ini perlu mendapat perhatian.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Pneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil yang diameternya tidak lebih dari 1 --2 cm yang berada di bawah permukaan pleura viseralis, dan sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb (bulla) ini oleh karena adanya perembesan udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang berada di bawah pleura viseralis. Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada dua faktor sebagai penyebabnya.
1) Faktor infeksi atau radang paru.
Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan membentuk jaringan parut pada dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.
2) Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan.
Mekanisme ini tidak dapat menerangkan kenapa pneumotoraks spontan sering terjadi pada waktu penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di bawah pleura viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah fistula bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi sebagai ventil.5,7


DIAGNOSIS
Anamnesis
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada seperti ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batuk-batuk. Rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat penguncupan paru, dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada penderita dengan COPD, pneumotoraks yang minimal sekali pun akan menimbulkan sesak nafas yang hebat. Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk setempat pada sisi paru yang terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan berangsur-angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari. Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif. Keluhan.keluhan tersebut di atas dapat terjadi bersama- sama atau sendiri-sendiri, bahkan ada penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama sekali. Pada penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama makin hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok karena gangguan aliran darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah dimediastinum.5,6,7

PEMERIKSAAN FISIK
a) Inspeksi, mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batuk-batuk, sianosis serta iktus kordis tergeser ke arah yang sehat.
b) Palpasi, mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar Stemfremitus melemah, trakea tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau tergeser ke arah yang sehat.
c) Perkusi; Mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.
d) Auskultasi; mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai menghilang.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Rontgen foto toraks. Pada rontgen foto toraks P.A akan terlihat garis penguncupan paru yang halus seperti rambut. Apabila pneumotoraks disertai dengan adanya cairan di dalam rongga pleura, akan tampak gambaran garis datar yang merupakan batas udara dan cairan. Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan ekspirasi maksimal.5,6,7

KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema, hidropneumotoraks.
2. Gangguan hemodinamika.Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh mediastinum dan jantung dapat tergeser ke arah yang sehat dan mengakibatkan penurunan kardiak output, sehingga dengan demikian dapat menimbulkan syok kardiogenik.
3. Emfisema; dapat berupa emfisema kutis atau emfisemamediastinalis.7

DIAGNOSIS BANDING
1. Emfisema pulmonum
2. Kavitas raksasa
3. Kista paru
4. Infarkjantung
5. Infark paru
6. Pleuritis
7. Abses paru dengan kavitas5


PENATALAKSANAAN
Setelah diagnosis pneumotoraks dapat ditegakkan, langkah selanjutnya yang terpenting adalah melakukan observasi yang cermat. Oleh karena itu penderita sebaiknya dirawa di rumah sakit, mengingat sifat fistula pneumotoraks dapat berubah sewaktu-waktu yaitu dari pneumotoraks terbuka menjadi tertutup ataupun ventil. Sehingga tidak jarang penderita yang tampaknya tidak apa-apa tiba-tiba menjadi gawat karena terjadi pneumotoraks ventil atau perdarahan . yang hebat. Kalau kita mempunyai alat pneumotoraks, dengan mudah kita dapat menentukan jenis pneumotoraks apakah terbuka, tertutup,atau ventil. Apabila penderita datang dengan sesak nafas, apalagi kalau sesak nafas makin lama makin bertambah kita harus segera mengambil tindakan. Tindakan yang lazim dikerjakan ialah pemasangan WSD (Water Seal Drainage). Apabila penderita sesak sekali sebelum WSD dapat dipasang, kita harus segera menusukkan jarum ke dalam rongga pleura
.Tindakan seder-hana ini akan dapat menolong dan menyelamatkan jiwapenderita. Bila alat-alat WSD tidak ada, dapat kita gunakan infusset, di mana jarumnya ditusukkan ke dalam rongga pleura di tempat yang paling sonor waktu diperkusi. Sedangkan ujung selang infus yang lainnya dimasukkan ke dalam botol yang berisi air. Pneumotoraks tertutup yang tidak terlalu luas (Kurang dari 20% paru yang kolaps) dapat dirawat secara konservatif, tetapi pada umumnya untuk mempercepat pengembangan paru lebih baik dipasang WSD. Pneumotoraks terbuka dapat dirawat secara konservatif dengan mengusahakan penutupan fistula dengan cara memasukkan darah atau glukosa hipertonis ke dalam rongga pleura sebagai pleurodesis. 5,6,7





























DAFTAR PUSTAKA

1. Palomino dkk, tuberkulosis 2007, diambil dari www.tuberculosistextbook.com
2. Yunizaf dkk, Penyakit Saluran Nafas, dari Ilmu Kebidanan editor Hanifa Winkjosastro Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Jakarta 1999, hal. 491-3
3. Guideliness for treatment of tuberkulosisin pregnancy, from Quensland Tuberkulosis Control Centre, Juni 2006, diambil dari http://www.health.qld.gov.au/ph/documents/qtbcc/31044.pdf
4. Arora dkk, Tuberkulosis and pregnancy, Indian Journal of tuberkulosis 2003, diambil dari http://medind.nic.in/ibr/t03/i1/ibrt03i1p13.pdf
5. Tuberkulosis, diambil dari http://www.chestjournal.org/cgi/reprint/11/5/409.pdf
6. Pneumothoraks , diambil dari http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_PenatalaksananPneumotoraksdiDalamPraktek.pdf/09_PenatalaksananPneumotoraksdiDalamPraktek.html
7. Wilson, Penyakit pernafasan restriktif dari Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, editor Caroline Wijaya, Jakarta 1995, hal.706-8
8. Hisyam dkk, Pneumotoraks spontan, dari Ilmu Penyakit Dalam, editor Sudoyo dkk, Departemen Ilmu Penyakit D alam, FKUI, Jilid II Edisi IV, hal.1073-8

Jumat, 23 Mei 2008

sebuah catatan kecil

Kurasa masalah kemaren itu dah beres, penyelesaiannya pun dah keluar. kurasa aku cukup lega dengan pemecahan yang terjadi. memang bagi beberapa pihak penyelesaian itu bukan suatu keputusan yang memuaskan. menurutku juga begitu, haruskah aku bergembira di atas penderitaan orang lain?
Beratnya tanggung jwab mungkin merupakan salah satu faktor yang membuat keputusan itu terjadi, dengan posisi seperti itu aku sendiri terbayang akankah aku berbuat hal seperti itu? bagaimana bila aku yang berada di posisi itu?
Sampai saat ini, ketika hukuman telah dijatuhkan, ketika hari mulai berlangsung biasa bagi beberapa orang, ketika itu pula aku mengagumi penerima keputusan ini..
Benarkah senyum yang terpancar itu? alamikah bila kau tersenyum seperti itu?
Apa perasaanmu saat ini? banyak yang ingin kutanyakan, tapi percayalah, itu merupakan suatu topik terlarang untuk dimulai pembahasannya..
*sigh*
Yang pasti aku mengagumi sifat itu, sifat yang tidak menunjukkan perasaan tertekan ketika terhujam badai, sewaktu tidak seorang pun mampu membela kita...

buat s`orang : semangat ya Bos!!

Senin, 05 Mei 2008

sooo confused

Jadi ya akhir2 ni aku lagi dilanda sebuah masalah di sekolah, akibatnya berat.. Walaupun sebenarnya masalhnya ntah apa...
Kami dituduh berbohong, untuk menutupi kebodohan kami..
Kami dituduh keras kepala untuk ketidakmauan kami meminta maap.
Dan sebagainya..dan sebagainya..
Yang membuat aku heran, mestikah kesalahan kami ini harus dibayar mahal?
Kami dah mempertaruhkan segalanya untuk bisa sampai ke posisi sekarang. Darah, air mata, keringat, materi yang tak terhitung besarnya. setalah sampai ke titik ini, haruskah semua berakhir dengan duka?
Bukannya aku keras kepala untuk tidak mengakui kesalahanku, aku akui aku memnag salah karena kurangnya pengerahuan dan keterampilan yang aku miliki. Akan tetapi tidak adakah maaf bagi kami?
Tidak adakah kesempatan kedua?
Haruskah ini berakhir seperti ini?
Kami masih mengharapkan hati nurani...




*catatan anak sekolah*